Rabu, 25 Juni 2014

Makalah Perencanaan Manajemen Pembelajaran (Hakikat dan Model Desain Pembelajaran)


Dalam kegiatan belajar mengajar, guru dihadapkan pada peserta didik dengan rata-rata satu kelas yang terdiri dari maksimal empat puluh orang siswa. Bukan hanya itu guru juga menghadapi bahan pengetahuan yang berasal dari buku teks, dari kehidupan, sumber informasi lainnya atau dunia maya atau kenyataan disekitar sekolah. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya keterampilan mengemas pesan pembelajaran. Pengemasan terhadap materi yang akan di ajarkan terhadap peserta didik dalam rangka usaha peningkatan kemampuan-kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor peserta didik.
Semua guru professional dituntut terampil dalam mengemas pembelajaran dan terampil dalam mengajar tidak hanya semata-mata hanya menyajikan materi ajar. Guru dituntut memiliki pendekatan pembelajaran sesuai dengan tujuan instruksional. Guru dituntut menguasai dan memahami materi yang akan diajarkan agar dengan cara demikian para siswa akan benar-benar memahami apa yang akan diajarkan. Bukan hanya itu saja seorang guru atau pendidik dituntut untuk menyediakan kondisi belajar untuk peserta didik untuk mencapai kemampuan-kemampuan tertentu yang harus dipelajari oleh subyek didik. Peran desain dan model dalam kegiatan belajar mengajar sangat penting, karena menunjuk pada proses memanipulasi, atau merencanakan suatu pola atau signal dan lambang yang dapat digunakan untuk menyediakan kondisi untuk belajar.
Hakikat dan model desain pembelajaran, yang mana merupakan suatu  cara atau tekhnik dalam suatu pengajaran yang akan digunakan. Maka dari itu dalam penulisan makalah ini penulis membatasi pembahasan  mengenai apa yang dimaksud model desain pembelajaran , kriteria desain pembelajaran, dan macam – macam model pembelajaran. 
Mengenai model – model desain pembelajaran ini banyak sekali macamnya. Pada pembahasan ini penulis tidak akan menguraikan semua model desain pembelajaran. Dalam hal ini penulis akan menguraikan diantaranya :  1) Model Gagne and Briggs, 2) Model Banathy dikembangkan pada tahun 1968 oleh Bela H. Banathy, 3)  Jerold E. Kemp, 4) Model dick and Cery.


1.             Apa pengertian dari hakikat dan model desain pembelajaran?
2.             Apa yang dimaksud dengan desain instruksional dan apa saja yang menjadi kriterianya?
3.             Bagaimana model – model desain instruksional Briggs and Gagne, Banathy, Kemp dan Model Dick and Cery?
4.             Bagaimana penerapan model desain pembelajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah (Observasi)?

Tujuan dalam penulisan makalah ini diantaranya :
1.             Mengetahui pengertian hakikat dan model desain pembelajaran.
2.             Mengetahui pengertian dari desain sinstruksional dan kriterianya.
3.             Mengetahui model – model desain instruksional Briggs and Gagne, Banathy, Kemp dan Model Dick and Cery, serta pemikirannya dalam dunia pendidikan.
4.             Mengetahui penerapan model desain pembelajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah (Observasi).
 

Pengertian hakikat menurut kamus besar adalah kebenaran, kenyataan yang sebenarnya. Pengertian model secara khusus, model berarti kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan kegiatan. Arti lain barang atau benda tiruan dari benda sesungguhnya. Model merupakan gambaran mental yang membantu kita menjelaskan sesuatu dengan lebih jelas terhadap sesuatu yang tidak dapat dilihat atau tidak dialami langsung (Dorin, Demmin, dan Gabel, 1990).
Pembelajaran tidak dapat diartikan sebagai sesuatu yang statis, melainkan suatu konsep yang bisa berkembang seirama dengan tuntutan kebutuhan hasil pendidikan yang berkaitan dengan kemajuan ilmu dan teknologi yang melekat pada wujud pengembangan kualitas sumber daya manusia. Pembelajaran atau mengajar adalah upaya guru untuk mengubah tingkah laku siswa. Hal ini disebabkan karena pembelajaran adalah upaya guru untuk supaya siswa mau belajar. Sedangkan belajar adalah perubahan tingkah laku siswa. Pengertian tersebut menunjukkan bahwa mengajar bukan upaya guru untuk menyampaikan bahan, tetapi bagaimana siswa dapat mempelajari bahan sesuai dengan tujuan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pembelajaran diidentikkan dengan kata “mengajar” berasal dari kata dasar “ajar” yang berarti petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui (diturut)  ditambah dengan awalan “pe” dan akhiran “an menjadi “pembelajaran”, yang berarti proses, perbuatan, cara mengajar atau mengajarkan sehingga anak didik mau belajar.
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Lain halnya dengan pengertian pembelajaran menurut UU No. 20/2003, Bab I Pasal Ayat 20 ialah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.


Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah usaha sadar dari guru untuk membuat siswa belajar, yaitu terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa yang belajar, dimana perubahan itu dengan didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relatif lama dan karena adanya usaha.
Dalam proses kegiatan pembelajaran melibatkan beberapa komponen diantaranya :
(1)          Siswa, Seorang yang bertindak sebagai pencari, penerima, dan penyimpan isi pelajaran yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan.
(2)          Guru, Seseorang yang bertindak sebagai pengelola, katalisator, dan peran lainnya yang memungkinkan berlangsungnya kegiatan belajar mengajar yang efektif.
(3)          Tujuan, pernyataan tentang perubahan perilaku (kognitif, psikomotorik, afektif) yang diinginkan terjadi pada siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran.
(4)          Isi Pelajaran, segala informasi berupa fakta, prinsip, dan konsep yang diperlukan untuk mencapai tujuan.
(5)          Metode, cara yang teratur untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk mendapat informasi yang dibutuhkan mereka untuk mencapai tujuan.
(6)          Media, bahan pengajaran dengan atau tanpa peralatan yang digunakan untuk menyajikan informasi kepada siswa.
(7)          Evaluasi, cara tertentu yang digunakan untuk menilai suatu proses dan hasilnya.

Adapun ciri-ciri pembelajaran yang menganut unsur-unsur dinamis dalam proses belajar siswa sebagai berikut :
(1)          Motivasi Belajar. Motivasi dapat dikatakan sebagai serangkaina usaha untuk menyediakan kondisi kondisi tertentu, sehingga seseorang itu mau dan ingin melakukan sesuatau, dan bila ia tidak suka, maka ia akan berusaha mengelakkan perasaan tidak suka itu. Jadi, motivasi dapat dirangsang dari luar, tetapi motivasi itu tumbuh di dalam diri seseorang. Adalam kegiatan belajar, maka motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri seseorang/siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjalin kelangsungan dan memberikan arah pada kegiatan belajar sehingga tujuan yang dihendaki dapat dicapai oleh siswa (Sardiman, A.M. 1992)
(2)          Bahan Belajar. Merupakan segala informasi yang berupa fakta, prinsip dan konsep yang diperlukan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Selain bahan yang berupa informasi, maka perlu diusahakan isi pengajaran dapat merangsang daya cipta agar menumbuhkan dorongan pada diri siswa untuk memecahkannya sehingga kelas menjadi hidup.
(3)          Alat Bantu Belajar. Semua alat yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran, dengan maksud untuk menyampaikan pesan (informasi)) dari sumber (guru maupun sumber lain) kepada penerima (siswa). Inforamsi yang disampaikan melalui media harus dapat diterima oleh siswa, dengan menggunakan salah satu ataupun gabungan beberaapa alat indera mereka. Sehingga, apabila pengajaran disampaikan dengan bantuan gambar-gambar, foto, grafik, dan sebagainya, dan siswa diberi kesempatan untuk melihat, memegang, meraba, atau mengerjakan sendiri maka memudahkan siswa untuk mengerti pengajaran tersebut.
(4)          Suasana Belajar. Suasana yang dapat menimbulkan aktivitas atau gairah pada siswa adalah apabila terjadi :
(a)          Adanya komunikasi dua arah (antara guru-siswa maupun sebaliknya) yang intim dan hangat, sehingga hubungan guru-siswa yang secara hakiki setara dan dapat berbuat bersama.
(b)          Adanya kegairahan dan kegembiraan belajar. Hal ini dapat terjadi apabila isi pelajaran yang disediakan berkesusaian dengan karakteristik siswa.
Kegairahan dan kegembiraan belajar jug adapat ditimbulkan dari media, selain isis pelajaran yang disesuaiakan dengan karakteristik siswa, juga didukung oleh factor intern siswa yang belajar yaitu sehat jasmani, ada minat, perhatian, motivasi, dan lain sebagainya.
(5)          Kondisi Siswa yang Belajar.
(a)          Mengenai kondisi siswa, adapat dikemukakan di sini sebagai berikut : Siswa memilki sifat yang unik, artinya anatara anak yang satu dengan yang lainnya berbeda.
(b)          Kesamaan siswa, yaitu memiliki langkah langkah  perkembangan, dan memiliki potensi yang perlu diaktualisasikan melalui pembelajaran.
Kondisi siswa sendiri sangat dipengaruhi oleh faktor intern dan juga faktor luar, yaitu segala sesuatau yang ada di luar diri siswa, termasuk situasi pembelajaran yang diciptakan guru. Oleh Karena itu kegiatan pembelajaran lebih menekankan pada peranan dan partisipasi siswa, bukan peran guru yang dominant, tetapi lebih berperan sebagai fasilitaor, motivator, dan pembimbing.

Jenis pembelajaran berdasarkan cara mengorganisasi siswa, ada 3 cara yang dapat dilakukan guru dalam mengelola siswa, supaya pembelajaran berjalan efektif dan efisien. Tiga cara tersebut adalah
(1)          Pembelajaran secara individual. Pembelajaran secara individual adalah kegiatan pembelajaran yang menitik beratkan pada bantuan dan bimbingan belajar kepada masing-masing individu. Pemberian bantuan dan bimbingan secara individual dapat dilakukan pada pembelajaran individual ataupun pembelajaran klasikal. Pembelajaran individual dalam pembelajaran individual dengan cara guru memberi bantuan pada masing-masing pribadi, sedangkan bantuan individual dalam pembelajaran klasikan dengan cara guru memberi bantuan individu secara umum. Contohnya misalnya siswa diminta untuk membaca dalam hati pada pokok bahasan tertentu.
(2)          Pembelajaran secara kelompok. Pembelajaran kelompok adalah pembelajaran dengan cara kelas dibagi menjadi beberapa kelompok, antara 3-8 orang. Penekanan pembelajaran ini pada peningkatan kemampuan individu sebagai anggota kelompok.
(3)          Pembelajaran secara klasikal. Pembelajaran klasikal yaitu pembelajaran yang dilaksnakan secara klasikal atau diikuti siswa dalam jumlah berkisar antara 1- 45 orang. Karena guru harus menghadapi siswa dengan jumlah banyak, maka dalam pembelajaran klasikal diperlukan pelaksanaan dua kegiatan sekaligus, yaitu pengelolaan pembelajaran, dan pengelolaan kelas. Pengelolaan pembelajaran adalah kegiatan untuk melaksanakan desain instruksional, sedangkan pengelolaan kelas adalah penciptaan kondisi yang memungkinkan terselenggaranya kegiatan belajar dengan baik. Sedangkan pengelolaan kelas biasanya dilakukan karena adanya masalah disaat pembelajaran, di mana sumber masalah tersebut antara lain dari kondisi tempat belajar ataupun dari siswa yang terlibat dalam pembelajaran. Contoh sumber masalah dari kondisi tempat belajar misalnya ruang kotor, kursi rusak, papan tulis kotor, dan lain sebaginya. Sedangkan sumber dari siswa dapat secara individu ataupun berkelompok. Kegiatan pembelajaran ini tergolong efisien dan murah.

Model mempunyai fungsi menjelaskan keterkaitan berbagai komponen dalam suatu pola pemikiran yang disajikan secara utuh, hal ini karena model disusun dalam upaya mengkonkretkan keterkaitan hal – hal abstrak dalam suatu skema, bagan, gambar atau tabel. Berdasarkan fungsi tersebut kita dapat membaca uraian tentang banyak hal dalam sebuah pola yang mencerminkan alur dan pola tindakan. Hal ini sejalan dengan pendapat Ryder (2003) model seperti mitos dan metafor, dapat membantu kita memahami sesuatu, apakah model itu diturunkan oleh seseorang atau merupakan hasil dari penelitian, dimana setiap model menawarkan pemahaman tertentu secara lebih mudah. 
Pengertian model pembelajaran menurut pendapat ahli, Saiful Sagala (2005) Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar peserta didik untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran dan guru dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar. Sementara itu menurut Joyce dan Weil (2000:13), model
pembelajaran merupakan deskripsi dari lingkungan belajar yang menggambarkan perencanaan kurikulum, kursus-kursus, rancangan unit pembelajaran,perleng kapan belajar,buku-buku, pelajaran,program multimedia, dan bantuan belajar melalui program komputer
Beberapa pengertian pada uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana mengajar yang memperlihatkan pola
pembelajaran tertentu, dalam pola tersebut dapat terlihat kegiatan guru
peserta didik di dalam mewujudkan kondisi belajar atau sistem lingkungan
yang menyebabkan terjadinya belajar pada peserta didik.
Di dalam pola pembelajaran yang dimaksud terdapat karakteristik berupa rentetan atau tahapan perbuatan/kegiatan guru dan peserta didik yang dikenal dengan istilah sintaks. Secara implisit di balik tahapan pembelajaran tersebut terdapat karakteristik lainnya dari sebuah model dan rasional yang membedakan
antara model pembelajaran yang satu dengan model pembelajaran yang
lainnya.

Desain adalah sebuah istilah yang diambil dari kata design yang berarti perencanaan atau rancangan. Ada pula yang mengartikan dengan “Persiapan”. Herbert Simon (Dick dan Carey, 2006), mengartikan desain sebagai proses pemecahan masalah. Tujuan sebuah desain adalah untuk mencapai solusi terbaik dalam memecahkan masalah dengan memanfaatkan sejumlah informasi yang tersedia. Desain adalah sebuah istilah yang diambil dari kata design dalam bahasa Inggris yang berarti perencanaan atau rancangan. Ada pula yang mengartikan dengan “Persiapan”. Desain dalam bahasa Arab disebut dengan تصميم )Tashmim( atau خطّة )khitthoh( yang juga beararti rancangan atau perencanaan.
Desain muncul karena kebutuhan manusia untuk memecahkan suatu persoalan, orang bisa melakukan langkah – langkah yang sistematis untuk memecahkan suatu persoalan yang dihadapi. Dengan demikian suatu desain pada dasarnya adalah suatu proses yang bersifat linear yang diawali dari penentuan kebutuhan, kemudian mengembangkan rancangan untuk merespons kebutuhan tersebut, selanjutnya rancangan tersebut diujicobakan dan akhirnya dilakukan proses evaluasi untuk menentukan hasil tentang efektivitas rancangan (desain) yang disusun.
Desain Pembelajaran merupakan perwujudan yang lebih konkrit dari Teknologi Pembelajaran. Terdapat sejumlah istilah lain yang setara diantaranya istilah Desain Sistem Pembelajaran (Instructional System Design). Demikian juga dengan istilah Pengembangan Sistem Pembelajaran (Instructional System Development). Asumsi dasar yang melandasi perlunya desain pembelajaran:
1.             Diarahkan untuk membantu proses belajar secara individual
2.             Desain pembelajaran mempunyai fase-fase jangka pendek dan jangka panjang
3.             Dapat mempengaruhi perkembangan individu secara maksimal
4.             Didasarkan pada pengetahuan tentang cara belajar manusia
5.             Dilakukan dengan menerapkan pendekatan sistem (System Approach)
Desain pembelajaran dapat dimaknai sebagai disiplin, sebagai ilmu, sebagai sistem dan sebagai proses. Sebagai disiplin, desain pembelajaran membahas berbagai penelitian  dan teori tentang  strategi serta proses pengembangan pembelajaran dan pelaksanaannya. Sebagai ilmu, merupakan ilmu untuk menciptakan spesifikasi pengembangan, pelaksanaan, penilaian serta pengelolaan situasi yang memberikan fasilitas pelayanan pembelajaran dalam skala makro dan mikro untuk berbagai mata pelajaran pada berbagai tingkatan kompleksitas.

Sebagai sistem, merupakan pengembangan sistem pembelajaran dan sistem pelaksanaannya termasuk sarana dan prosedur untuk meningkatkan mutu belajar. Sebagai proses, merupakan pengembangan sistematis tentang spesifikasi pembelajaran dengan menggunakan teori pembelajaran dan teori belajar untuk menjamin mutu pembelajaran (58).


Intruksional berasal dari kata intruction yang berarti pengajaran, pelajaran, atau bahkan perintah/intruksi. Pendapat Prof. Dr. H. Dailami Firdaus, SH intruksinal berarti memberi pengetahuan/informasi khusus dengan maksud melatih berbagai bidang pengetahuan, dalam bidang pendidkan intruksional berarti pengajaran/pelajaran. Kata lain ialah suatu cara yang sistematis dalam mengidentifikasi, mengembangkan, dan mengevaluasi seperangkat materi dan strategi yang diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Yang menjadi sasaran yaitu materi dan strategi belajar mengajar yang dikembangkan secara empiris dan konsisten untuk dapat mencapai tujuan instruksional tertentu.
Desain instruksional ini terdiri dari seperangkat kegiatan yang meliputi perencanaan, pengembangan, dan evaluasi terhadap sistem instruksional yang sedang didesain. Dalam konteks pembelajaran, desain instruksional dapat diartikan sebagai proses yang sistematis untuk memecahkan persoalan pembelajaran melalui proses perencanaan bahan – bahan  pembelajaran beserta aktivitas yang harus dilakukan, perencanaan sumber-sumber pembelajaran yang dapat digunakan serta perencanaan evaluasi keberhasilan.
Desain Instruksional sebagai upaya untuk meningkatkan hasil belajar dengan menggunakan pendekatan sistem Instruksional. Pendekatan sistem dalam Instruksional lebih produktif untuk semua tujuan Instruksional, di mana setiap komponen bekerja dan berfungsi untuk mencapai tujuan Instruksional. Komponen seperti instruktur, peserta didik, materi, kegiatan Instruksional, sistem penyajian materi, dan kinerja lingkungan belajar saling berinteraksi dan bekerja sama untuk mewujudkan hasil Instruksional pebelajar yang dikehendaki.
Dari beberapa pengertian diatas, maka desain instruksional berkenaan dengan proses pembelajaran yang dapat dilakukan siswa untuk mempelajari suatu materi pelajaran yang di dalamnya mencakup rumusan tujuan yang harus dicapai atau hasil belajar yang diharapkan, rumusan strategi yang dapat dilaksanakan untuk mencapai tujuan termasuk metode, teknik, dan media yang dapat dimanfaatkan serta teknik evaluasi untuk mengukur atau menentukan keberhasilan evaluasi untuk mengukur atau menentukan keberhasilan pencapaian tujuan. Desain intruksional yang baik harus memiliki beberapa kriteria di antaranya:
Mendesain pembelajaran perlu diawali dengan melakukan studi pendahuluan tentang siswa. Beberapa hal yang perlu dipahami tentang siswa di antaranya adalah kemampuan dasar dan gaya belajar.
a.              Kemampuan dasar
Pemahaman kemampuan dasar yang dimiliki siswa perlu dipahami untuk menentukan dari mana sebaiknya kita mulai mendesain pembelajaran. Dalam menentukan tujuan pembelajaran yang harus dicapai disesuaikan dengan kemampuan yang dimiliki siswa.
b.             Gaya belajar
Gaya belajar setiap siswa memiliki perbedaan, ada yang bertipe auditif, visual dan kinetetis. Siswa yang bertipe auditif akan dapat menangkap informasi lebih banyak melalui pendengaran, dengan demikian desain pembelajaran dirancang agar siswa lebih banyak mendengar melalui berbagai media, misal radio atau tape recorder.
Sistem adalah satu kesatuan komponen yang saling berkaitan untuk mencapai tujuan. Melalui pendekatan sistem, bukan saja dapat  diprediksi keberhasilannya, akan tetapi juga akan terhindar dari  ketidakpastian. Hal ini disebabkan melalui pendekatan sistem dari awal sudah diantisipasi berbagai kendala yang mungkin dapat menghambat terhadap pencapaian tujuan.
Sebelum digunakan, sebuah desain instruksional harus teruji dulu aktifitasnya dan efisiensinya secara empiris. Melalui pengujian secara empiris dapat dilihat berbagai kelemahan dan kendala yang mungkin muncul sehingga bisa diantisipasi. Selain itu juga bis meyakinkan para pengembang untuk menggunakannya.

Pengembangan desain intruksional model Briggs ini berorientasi pada rancangan sistem dengan sasaran guru yang bekerja sebagai perancang atau desainer kegiatan intruksional maupun tim pengembang intruksional yang anggotanya meliputi guru, administrator, ahli bidang studi, ahli evaluasi, ahli media, dan perancang intruksional.
Model pengembangan intruksional Briggs ini bersandarkan pada prinsip keselarasan antara  tujuan yang akan dicapai, strategi untuk mencapainya, dan evaluasi keberhasilannya. Model tersebut di atas merupakan model yang paling lengkap yang melukiskan bagaimana suatu proses pembelajaran dirancang secara sistematis dari awal sampai akhir.
Model ini bisa dikatakan dalam bahasa kita dalam bentuk pertanyaan, yang berarti
ü   Mau kemana? Meliputi :
o      Identifikasi masalah/ tujuan
o      Rumusan tujuan dalam perilaku belajar
o      Penyusunan materi/ silabus
o      Analisis tujuan

ü   Dengan apa? Meliputi :
o      Anlisis tujuan
o      Jenjang belajar  dan strategi instruksional
o      Rancangan instruksional (Guru)
o      Strategi instuksional (tim peembangan instruksional)

ü   Bilamana sampai tujuan ? meliputi :
o      Penyusunan tes
o      Evaluasi formatif
o      Evaluasi sumatif
Model instruksional Briggs dan Gagne secara keseluruhan terdiri dari :
Dalam langkah ini Briggs menggunakan pendekatan betahap 4, yaitu :
1)            mengidentifikasi tujuan kurikulum secara umum dan luas
2)            menentukan prioritas tujuan,
3)            mengidentifikasi kebutuhan  kurikulum baru ,dan
4)            menentukan prioritas remedialnya.
Kebutuhan instruksional yang telah di tuangkan dalam tujuan – tujuan kurikulum tersebut pengujiannya harus di rinci,  disusun dan di organisasi menjadi tujuan – tujuan yang lebih spesifik.
Sesudah tujuan kurikuler yang bersifat umum di tentukan dan diorganisasi menurut tujuan yang lebih khusus,tujuan ini sebaiknya di rumuskan dalam tingkah laku belajar yang dapat di ukur.Dianjurkan agar perumusan tujuan mengandung lima komponen :
1)            Tindakan
2)            Objek
3)            Situasi
4)            Alat dan batasan
5)            Kemampuan.
Dalam langkah ini perlu di adakan analisis terhadap tiga hal ,yaitu :
1)            Proses informasi : untuk menentukan tata urutan pemikiran yang logis
2)            Klasifikasi belajar : untuk mengidentifikasi kondisi belajar yang di perlukan.
3)            Tugas belajar : untuk menentukan persyaratan belajar dan kegiatan belajar mengajar yang sesuai.
Penyusunan tes dilakukan pada tahap ini karena erat kaitannya dengan tujuan yang ingin di capai . Tes evaluasi harus sahih (valid), karena itu harus selaras (congruen) dengan tujuannya ,apakah itu di maksudkan untuk menilai perkembangannya (progress) seperti halnya mildtem test, tes diagnosis, seperti pre-test untuk melihat kemampuan awal dan menentukan usaha remedialnya bila di pandang perlu ,maupun tes akhir secara komprehensif.  
Menurut urutan yang telah di analisis pada nomor 4. Briggs mengklarifikasikan tahap ini dan tahap berikutnya (penentuan kegiatan belajar) dalam pengertian strategi kontruksionsal. Jenjang belajar menyusun kembali sakues belajar tesebut dalam urutan kegiatan belajar yang merupakan persyarat bagi kegiatan belajar yang lain ,dan mana yang urutannya dapat bebas pilih (optimal).  
Penentuan strategi instruksional ini di tinjau dari dua segi , yaitu :
1)            dari segi guru sebagai perancang kegiatan instruksional
2)            menurut tim pengembangan instruksional.
Kegiatan yang perlu di lakukan guru dalam pengembangan strategi instruksional ini meliputi :
1)             Pemilihan media
2)             Perencanaan kegiatan belajar mengajar,
3)             Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar,
4)             Pelaksanaan evaluasi belajar .
Yang di lakukan oleh tim pengembangan instruksional ini terdiri dari kegiatan – kegiatan sebagai berikut :
1)            Penentuan stimulus belajar yaitu stimulus apa yang paling sesuai untuk TIK tertentu (verbal,visual,demonstrasi,dan sebagainya),

2)            Pemilihan media
Yang harus di lakukan dalam batas – batas contrain yang ada kemudian di pertimbangkan segi keefektifan dan keefisiennya

3)            Penentuan kondisi belajar :
Dilakukan dalam mempertimbangkan factor internal seperti motivasi ,pengalaman belajar ,dan sebagainya .dan faktor ekstrnal yang berupa stimulus dari dosen, media ,dan materi.  Dalam penentuan strategi belajar, kondisi belajar ini dilihat dalam perspeksi kegiatan belajar (meminta perhatian , memberi informasi tentang tujuan mengingatkan kembali,memberi contoh memberi petunjuk belajar ,merangsang kegiatan, memberi umpan balik, menilai kenerhasilan ,dan memberi gairah usaha penyarapan atau rentensi dan alih ilmu) dan kawasan hasil belajar di klarisifikasikan ke dalam 12 kawasan (diskriminasi , konsep,konkret, konsep verbal,aturan,pemecahan masalah, kemampuan kognitif, kemampuan sikap/ efektif, kemampuan keterampilan/ motoris ,kemampuan mengientifikasi , kemampuan asosiatif dan kemampuan mengorganisasi) 
4)            Perumusan strategi belajar : merumuskan bagaimana kondisi belajar yang sudah di pilih pada langkah 10b di atas
5)            Pengembangan media:  Dikembangkan berdasarkan analisis dan informal yang mendahului yang meliputi produksi program media, petunjuk belajar , dan evaluasi belajar yang telah di susun pada langkah nomor 5
6)            Evaluasi formatif : di lakukan untuk penyempurnaan butir – butir tes yang telah di susun pada langkah nomor 5
7)            Penyusunan pedoman pemanfaatan : untuk dapat membantu dosen bagaimana memanfaatkan system instruksional yang di kembangkan tersebut secara lengkap.
Pada tahap pemantauan bersama ini di lakukan oleh guru sebagai perancang kegiatan instruksional dan tim pengembangan instruksional.
Evaluasi formatif ini untuk mumperoleh data dalam rangka revisi dan perbaikan materi bahan belajar .evaluasi formatif inidilakukan menurut tiga fase ,yaitu : a) uji coba satu – satu , b) uji coba pada kelompok kecil , dan c) uji coba lapangan dalam skla besar.
Untuk menilai sistem  penyampaian secara keseluruhan pada akhir kegiatan . Yang di nilai dalam evaluasi sumatif ini mencakup hasil belajar , tujuan instruksional dan prosedur yang dipilih.
Ciri-ciri pembelajaran langsung menurut model Briggs dan Gagne :
ü   Adanya tujuan pembelajaran
ü   Sintaks atau pola keseluruhan dan alur kegiatan pembelajaran
ü   Sistem pengelolaan dan lingkungan belajar yang mendukung berlangsung dan berhasilnya pembelajaran


Fase dan peran guru dalam pembelajaran langsung
1)            Fase I, Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa.
Pada fase ini guru berperan dalam menjelaskan TPK, materi prasyarat, memotivasi siswa dan mempersiapkan siswa.
2)            Fase II, Mendemonstrasi pengetahuan dan keterampilan
Pada fase ini guru berperan dalam mendemonstrasikan keterampilan atau menyajikan informasi tahap demi tahap
3)            Fase III, Mebimbing pelatihan
Pada fase ini guru berperan memberikan latihan terbimbing
4)            Fase IV, Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik
Pada fase ini seorang guru berperan mengecek kemampuan siswa seperti memberi kuis terkini dan memberi umpan balik seperti membuka diskusi untuk siswa
5)            Fase V, Memberikan latihan dan penerapan konsep
Pada fase ini guru berperan dalam mempersiapkn latihan untuk siswa dengan menerapkan konsep yang dipelajari pada kehidupan sehari-hari.

Tugas perencanaan pada model pembelajaran langsung
1)            Merumuskan tujuan
Guru harus merumuskan tujuan pembelajaran yang relevan dengan kurikulum
2)            Memilih isi
a)             Guru harus mempertimbangkan berapa banyak informasi yang akan diberikan pada siswa dalam kurun waktu tertentu.
b)             Guru harus selektif dalam memilih konsep yang diajarkan dengan model pembelajaran langsung
3)            Melakukan analisis tugas
Dengan menganalisis tugas, akan membantu guru menentukan dengan tepat apa yang perlu dilakukan siswa untuk melaksanakan keterampilan yang akan dipelajari
4)            Merencanakan waktu
Guru harus memperhatikan bahwa kurun waktu yang disediakan sepadan dengan kemampuan dan bakat siswa, memotivasi siswa agar mengerjakan tugas dengan perhatian yang optimal

a.              Lima prinsip dasar yang dapat membimbing guru dalam merencana system penilaian dalam model pembelajaran langsung
1)            Sesuai dengan tujuan pembelajaran
2)            Mencakup semua tugas pembelajaran
3)            Menggunakan soal tes yang sesuai
4)            Membuat soal sevalid (terukur) dan sereliabel (konsisten) mungkin
Model Pembelajaran Langsung ini merupakan suatu model pendekatan mengajar yang dapat membantu siswa di dalam mempelajari dan menguasai ketrampilan dasar serta memperoleh informasi selangkah demi selangkah.

Model Banathy dikembangkan pada tahun 1968 oleh Bela H. Banathy. Model yang dikembangkannya ini berorientasi pada hasil pembelajaran, sedangkan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan sistem, yakni pendekatan yang didasarkan pada kenyataan bahwa kegiatan belajar mengajar merupakan suatu hal yang sangat kompleks, terdiri atas banyak komponen yang satu sama lain harus bekerja sama secara baik untuk mencapai hasil yang sebaik-baiknya.
Model pengembangan sistem pembelajaran ini berorientasi pada tujuan pembelajaran. Langkah-langkah pengembangan sistem pembelajaran terdiri dari 6 jenis kegiatan. Model desain ini bertitik tolak dari pendekatan sistem (system approach), yang mencakup keenam komponen (langkah) yang saling berinterelasi dan berinteraksi untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Pada langkah terakhir para pengembang diharapkan dapat melakukan perubahan dan perbaikan sehingga tercipta suatu desain yang diinginkan. Model ini tampaknya hanya diperuntukan bagi guru-guru di sekolah, mereka cukup dengan merumuskan tujuan pembelajaran khusus dengan mengacu pada tujuan pembelajaran umum yang telah disiapkan dalam sistem. Komponen – komponen tersebut menjadi dan merupakan acuan dalam menetapkan langkah – langkah  pengembangan, sebagai berikut :
Pada langkah ini pengembang merumuskan tujuan pembelajaran, yang merupakan pernyataan tentang hal-hal yang diharapkan untuk dikerjakan, diketahui, dirasakan, dan sebagainya oleh peserta didik atau siswa sebagai hasil pengalaman belajarnya.
Pada langkah ini dikembangkan suatu tes sebagai alat evaluasi, yang digunakan untuk mengetahui tingkat keberhasilan belajar, atau ketercapaian tujuan pembelajaran oleh peserta didik/siswa. Penyusunan tes berdasarkan tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan pada langkah sebelumnya.
Pada langkah ini dirumuskan tugas-tugas yang harus dilakukan oleh peserta didik/siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan, yakni perubahan tingkah laku yang diharapkan. Pada langkah ini, perilaku awal peserta didik/siswa perlu dinilai dan dianalisis. Berdasarkan gambar tentang perilaku awal tersebut dapat dirancang materi pelajaran dan tugas-tugas belajar yang sesuai, sehingga mereka tidak perlu mempelajari hal-hal yang telah diketahui atau telah dikuasai sebelumnya
Pada langkah ini dikembangkan berbagai alternatif dan mengidentifikasi kegiatan-kegiatan pembelajaran, baik yang harus dilakukan oleh siswa/peserta didik maupun kegiatan-kegiatan guru/tenaga pengajar. Langkah ini dikembangkan sedemikian rupa yang menjamin agar peserta didik melaksanakan dan menguasai tugas-tugas yang telah dianalisis pada langkah 3. Desain sistem juga meliputi penentuan siswa yang mempunyai potensi paling baik untuk mencapai tujuan pembelajaran, dan oleh karena perlu disediakan alternatif kegiatan tertentu yang cocok. Selain dari itu, dalam desain sistem supaya ditentukan waktu dan tempat melakukan kegiatan-kegiatan pembelajaran.
Sistem yang sudah di desain selanjutnya dilaksanakan dalam bentuk uji coba di lapangan (sekolah) dan di tes hasilnya. Hal-hal yang telah dilaksanakan dan dicapai oleh peserta didik merupakan output dari implementasi sistem, yang harus dinilai supaya dapat diketahui hingga mereka dapat mempertunjukan atau menguasai tingkah laku sebagaimana dirumuskan dalam tujuan pembelajaran
Pada langkah ini ditentukan, bahwa hasil –hasil yang diperoleh dari evaluasi digunakan sebagai umpan balik bagi sistem keseluruhan dan bagi kompinen-komponen sistem, yang pada gilirannya menjadi dasar untuk mengadakan perubahan untuk perbaikan sistem pembelajaran
Sekilas apabila kita cermati tampak sederhana, tetapi dalam pelaksanaannya memerlukan kemampuan akademik yang cukup tinggi serta pengalaman dan wawasan yang luas.

a.              Kelebihan Model Bela H. Banathy ini mempunyai beberapa kelebihan antara lain sebagai berikut :
1)            Menganalisis dan merumuskan tujuan dengan baik, baik tujuan umum maupun tujuan khusus yang lebih spesifik, yang merupakan sasaran dan arah yang harus dicapai peserta didik.
2)            Mengembangkan kriteria tes yang sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai Hal ini dilakukan agar setiap tujuan yang dirumuskan tersedia alat untuk menilai keberhasilannya.
3)            Menganalisis dan merumuskan kegiatan belajar, yakni merumuskan apa yang harus dipelajari (kegiatan belajar yang harus dilakukan siswa dalam rangka mencapai tujuan belajar). Kemampuan awal siswa harus dianalaisis atau dinilai agar mereka tidak perlu mempelajari apa yang telah mereka kuasai.
4)            Mengadakan perbaikan dan perubahan berdasarkan hasil evaluasi. Jadi model ini didasarkan pada hasil test peserta didik.
5)            Langkah – langkahnya yang hanya sedikit sehingga kita bisa lebih efektif untuk membuatnya.

b.             Kelemahan  model perencanaan Bela H. Banathy ini antara lain:
1)            Sedikit langkah sehingga di khawatirkan akan tidak effesien.
2)            Model cenderung lebih fokus pada materi yang belum dikuasai oleh anak didik sehingga mengabaikan materi yang sudah di pelajari yang bisa lupa apabila tidak pernah di kaji ulang.


Jerold E. Kemp berasal dari California State University di Sanjose. Kemp mengembangkan model desain instruksional yang paling awal bagi pendidikan. Kemp merupakan  model yang membentuk siklus. Model system instruksional yang dikembangkan Kemp ini tidak ditentukan dari komponen mana seharusnya guru memulai proses pengembangan. Model Kemp memberikan bimbingan kepada para siswanya untuk berpikir tentang masalah – masalah umum dan tujuan – tujuan pembelajaran. Model ini juga mengarahkan para pengembang desain instruksional untuk melihat karakteristik para siswa serta menentukan tujuan – tujuan belajar yang tepat.
Langkah berikutnya adalah spesifikasi isi pelajaran dan mengembangkan pretest dari tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Selanjutnya adalah menetakan strategi dan langkah-langkah dalam kegiatan belajar mengajar serta sumber-sumber belajar yang akan digunakan. Selanjutnya, materi/isi (content) kemudian dievaluasi atas dasar tujuan-tujuan yang telah dirumuskan. Langkah berikutnya adalah melakukan identifikasi dan revisi didasarkan atas hasil – hasil evaluasi.
Perencanaan desain pembelajaran model Kemp dapat digunakan pada tingkat sekolah dasar, sekolah lanjutan, maupun perguruan tinggi. Desain pembelajaran Model Kemp ini dirancang untuk menjawab tiga pertanyaan, yakni:
a.              Apa yang harus dipelajari siswa (tujuan pembelajaran).
b.             Apa/bagaimana prosedur, dan sumber-sumber belajar apa yang tepat untuk  mencapai hasil belajar yang diinginkan (kegiatan, media, dan sumber belajar yang digunakan).
c.              Bagaimana kita tahu bahwa hasil belajar yang diharapkan telah tercapai (evaluasi).
Komponen –komponen dalam suatu desain instuksional menurut Kemp adalah :
a.              Hasil yang ingin dicapai
b.             analisis tes mata pelajaran
c.              tujuan khusus belajar
d.             aktivitas belajar
e.              sumber belajar
f.              layanan pendukung
g.             tes awal
h.             karekteristik belajar

Berikut ini uraian dari langkah – langkah pengembangan desain pembelajaran Model Kemp :
a.              Menentukan tujuan instruksional umum (TIU) atau kompetensi dasar;
Yaitu tujuan yang ingin dicapai dalam setiap kegiatan pembelajaran dan dalam mengajarkan masing-masing pokok bahasan

b.             Membuat analisis tentang karakteristik siswa;
Analisis ini diperlukan antara lain untuk mengetahui apakah latar pendidikan dan social budaya siswa memungkinkan untuk mengikuti program, serta langkah-langkah apa yang perlu diambil.

c.              Menentukan tujuan instruksional secara spesifik, operasional, dan terukur atau sering disebut indikator;
Yaitu tujuan yang spesifik, operasional, dan terukur. Dengan demikian, siswa akan tahuapa yang harus dipelajari, bagaimana mengerjakannya, dan apa ukurannyabahwa siswa telah berhasil. Dari segi guru, rumusan itu akan berguna dalam menyusun tes kemampuan dan pemilihan bahan/materi yang sesuai

d.             Menentukan materi/bahan ajar yang sesuai dengan tujuan instruksional khusus (indikator) yang telah dirumuskan;
Masalah yang sering kali dihadapi guru-guru adalah begitu banyaknya materi pelajaran yang harus diajarkan dengan waktu yang terbatas. Demikian juga, timbul kesulitan dalam mengorganisasikan materi/bahan ajar yang akan disajikan keada para siswa. Dalam hal ini diperlukan ketepatan guru dalam memilih dan memilah sember belajar, materi, media, dan prosedur pembelajaran yang akan digunakan.

e.              Menetapkan penjajagan atau tes awal atau pre test (preassessment);
Yaitu untuk mengetahui sejauh mana siswa telah memenuhi persyaratan belajar yang dituntut untuk mengikuti program pembelajaran. Ini diperlukan untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan awal siswa dalam memenuhi prasyarat belajar yang dituntut untuk mengikuti program pembelajaran yang akan dilaksanakan. Dengan demikian, dalam pembelajaran guru dapat memilih materi yang dibutuhkan dan diperlukan tanpa harus menyajikan materi yang tidak perlu  dan siswa tidak cepat bosan.


f.              Menentukan strategi belajar mengajar, media dan sumber belajar;
Kriteria umum untuk pemilihan strategi pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran khusus tersebut adalah : (a) Efisiensi; (b) Keefektifan; (c) Ekonomis; (d) Keptaktisan melalui suatu analisis alternative.

g.             Mengloordinasikan sarana
Sarana penunjang yang diperlukan meliputi biaya, fasilitas, peralatan, waktu dan tenaga.

h.             Mengadakan evaluasi;
Yaitu mengontrol dan mengkaji keberhasilan program secara keseluruhan, yaitu: (a) siswa; (b) program pembelajaran; (c) instrument evaluasi; dan (d) metode yang digunakan. Evaluasi ini sangat perlu unuk mengontrol dan mengkaji keberhasilan program secara keseluruhan, yaitu siswa, program pembelajaran, alat evaluasi (tes), dan metode/strategi yang digunakan
Menurut Kemp (dalam, Permana, 2009:2) pengembangan perangkat merupakan suatu lingkaran yang kontinu. Tiap – tiap langkah pengembangan berhubungan langsung dengan aktivitas revisi. Pengembangan perangkat ini dimulai dari titik manapun sesuai di dalam siklus tersebut.
Pengembangan perangkat model Kemp memberi kesempatan kepada para pengembang untuk dapat memulai dari komponen manapun. Namun karena kurikulum yang berlaku secara nasional di Indonesia dan berorientasi pada tujuan, maka seyogyanya proses pengembangan itu dimulai dari tujuan.


Model Dick dan Cery harus dimulai dengan mengidentifikasi tujuan pembelajaran umum. Menurut model ini, sebelum desainer merumuskan tujuan khusus yakni performance goals, perlu menganalisis pembelajaran serta menentukan kemampuan awal siswa terlebih dahulu. Criterion Reference Test, artinya tes yang mengukur kemampuan penguasaan tujuan khusus. Tujuan khusus selanjutnya dikembangkan strategi pembelajaran, yakni skenario pelaksanaan pembelajaran yang diharapkan dapat mencapai tujuan secara  optimal, setelah itu dikembangkan bahan-bahan pembelajaran yang sesuai dengan tujuan. Langkah akhir dari desain ini adalah melakukan evaluasi, yakni evaluasi   formatif dan evaluasi sumatif. 
Model Dick and Cery termasuk ke dalam model prosedural. Langkah-langkah Desain Pembelajaran menurut Dick and Carey adalah :
a.              Mengidentifikasikan tujuan umum pembelajaran;
b.             Melaksanakan analisi pembelajaran;
c.              Mengidentifikasi tingkah laku masukan dan karakteristik siswa;
d.             Merumuskan tujuan performansi;
e.              Mengembangkan butir–butir tes acuan patokan;
f.              Mengembangkan strategi pembelajaran;
g.             Mengembangkan dan memilih materi pembelajaran;
h.             Mendesain dan melaksanakan evaluasi formatif;
i.               Merevisi bahan pembelajaran;
j.               Mendesain dan melaksanakan evaluasi sumatif.
Model Dick and Carey terdiri dari 10 langkah, setiap langkah sangat jelas maksud dan tujuannya sehingga bagi perancang pemula sangat cocok sebagai dasar untuk mempelajari model desain yang lain. Kesepuluh langkah pada model Dick and Carey menunjukan hubungan yang sangat jelas, dan tidak terputus antara langkah yang satu dengan yang lainya. Dengan kata lain, sistem yang terdapat pada Dick and Carey sangat ringkas, namun isinya padat dan jelas dari satu urutan ke urutan berikutnya.
Langkah awal pada model Dick and Carey adalah mengidentifikasi tujuan pembelajaran. Langkah ini sangat sesuai dengan kurikulum perguruan tinggi maupun sekolah menengah dan sekolah dasar, khususnya dalam mata pelajaran tertentu di mana tujuan pembelajaran pada kurikulum agar dapat melahirkan suatu rancangan pembangunan. Penggunaan model Dick and Carey dalam pengembangan suatu mata pelajaran dimaksudkan agar pada awal proses pembelajaran anak didik atau siswa dapat mengetahui di  mampu melakukan hal-hal yang berkaitan dengan materi pada akhir pembelajaran, adanya hubungan antara tiap komponen khususnya strategi pembelajaran dan hasil pembelajaran yang dikehendaki, menerangkan langkahlangkah yang perlu dilakukan dalam melakukan perencanaan desain pembelajaran.



Desain pembelajaran merupakan praktek penyusunan media teknologi komunikasi dan isi untuk membantu agar dapat terjadi transfer pengetahuan secara efektif antara guru dan peserta didik. Proses ini berisi penentuan status awal dari pemahaman peserta didik, perumusan tujuan pembelajaran, dan merancang “perlakuan” berbasis-media untuk membantu terjadinya transisi. Idealnya proses ini berdasar pada informasi dari teori belajar yang sudah teruji secara pedagogis dan dapat terjadi hanya pada siswa, dipandu oleh guru, atau dalam latar berbasis komunitas. Hasil dari pembelajaran ini dapat diamati secara langsung dan dapat diukur secara ilmiah atau benar-benar tersembunyi dan hanya berupa asumsi.
Dengan demikian desain pembelajaran merupakan proses perencanaan pembelajaran baik dalam materi, metode dan bahan ajar dalam mencapai pembelajaran yang efektif dan maksimal. Desain bagian dari salah satu aspek dari proses pengembangan yang terdiri dari enam fase. Untuk mengembangkan berbagai bentuk atau aktifitas baru yang dianalisis sebagai proses yang terdiri dari enam karakteristik yang saling berhubungan ;
1.             Riset (analisis)
2.             Desain (sintesisi)
3.             Produksi (formasi )
4.             Distribusi (penyebaran)
5.             Utilisasi (kinerja)
6.             Eliminasi (penghentian)
Rencana pembelajaran yang baik menurut Gagne dan Griggs (1974) hendaknya mengandung tiga komponen yang disebut dengan anchor point.
1.             Tujuan pengajaran
2.             Materi pengajaran/ bahan ajar, pendekatan dan metode mengajar, media pengajaran dan pengalaman belajar
3.             Evaluasi keberhasilan

Hal ini sesuai dengan pendapat Kenneth D Moore; bahwa komposisi format rencana pembelajaran meliputi bebrapa komponen di antaranya adalah sebagai berikut:
1.             Topik bahasan
2.             Tujuan pembelajaran (kompetensi dan indikator kompetensi )
3.             Materi pelajaran
4.             Kegiatan pembelajaran
5.             Alat atau media yang dibutuhkan
6.             Evaluasi hasil belajar
Dari beberapa pandangan tersebut diatas maka Desain Pembelajaran PAI (Pendidikan Agama Islam) yang baik adalah:
1.             Menentukan tujuan pengajaran pendidikan Islam, adapun tujuan secara umum, pendidikan agama Islam adalah bertujuan untuk meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan, dan pengamalan peserta didik tentang agama Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah Swt serta berakhlaq mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat dan berbangsa dan bernegara. Untuk mencapai tujuan tersebut juga perlu adanya suatu materi pengajaran tertentu .

2.             Menentukan materi pengajaran/ bahan ajar, bahan ajar atau materi pengajaran di dalam pendidikan agama Islam adalah terdiri dari Al-Qur’an dan al-hadist, keimanan, syarai’ah, Ibadah, muamalah, akhlaq dan tareh atau sejarah yang lebih menekankan pada perkembangan ajaran agama, ilmu pengetahuan dan kebudayaan.

3.             Menentukan pendekatan dan metode mengajar dan strategi yang akan digunakan agar bisa menyesuaikan dengan keadaan peserta ajar., di dalam pendidikan agama Islam metode yang banyak digunakan adalah dengan menggunakan metode ceramah, Tanya jawab dan diskusi.

4.             Media pengajaran dan pengalaman belajar ini di lakukan untuk mempermudah peserta ajar/ murid untuk menerima pelajaran. Dalam hal ini bisa menngunakan media bacaaan, tape recorder.

5.             Evaluasi keberhasilan, hal ini di lakukan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam menerima pelajaran yang telah di berikan oleh pengajar pendidikan agama Islam.
Setelah memahami pentingnya desain pembelajaran sebelum melakukan proses pembelajaran, maka ada langkah-langkah dalam desain pembelajaran antaralain :
1.             Mengidentifikasi tujuan umum pengajaran.
Sebagaimana kita ketahui bahwa sasaran akhir dari suatu progam pembelajaran adalah tercapainya tujuan umum pembelajaran tersebut. Oleh karena itu, setiap perancang harus mempertimbangkan secara mendalam tentang rumusan tujuan umum pengajaran yang akan ditentukannya. Mempertimbangkan secara mendalam untuk merumuskan tujuan umum pembelajaran harus mempertimbangkan karakteristik bidang studi, karakteristik siswa, dan kondisi lapangan. Tujuan pembelajaran sangat penting dalam proses kegiatan belajar mengajar, sebab tujuan pembelajaran yang dirumuskan secara spesifik dan jelas, akan memberikan keuntungan kepada:
a.              Siswa. Tujuan umum pembelajaran yang jelas dapat membantu siswa untuk mengatur waktu dan memusatkan perhatian pada tujuan yang ingin di capai.
b.             Guru. Tujuan umum pembelajaran dapat membantu guru untuk mengatur kegiatan belajar mengajar , metode, dan strategi untuk mencapai tujuan tersebut.
c.              Evaluator. Tujuan umum pembelajaran dapat membantu evaluator untuk dapat menyusun tes sesuai dengan apa yang harus dicapai oleh anak didik. Rumusan tujuan umum pembelajaran menurut dick and carrey (1985) harus jelas, dapat di ukur, dan berbentuk tingkah laku.

2.             Melakukan analisis pembelajaran .
Analisi pembelajaran perlu dilakukan untuk mengembangkan metode pembelajaran. Dick dan Carrey (1985) mengatakan bahwa tujuan pengajaran yang telah diidentifikasi perlu dianalisis untuk mengenali keterampilan–keterampilan bawahan (subordinate skill) yang mengharuskan anak didik belajar menguasainya dan langkah-langkah prosedural bawahan yang ada harus diikuti anak didik untuk dapat belajar tertentu. Menganalisis subordinate skill sangatlah diperlukan, karna apabila keterampilan bawahan yang seharusnya dikuasai tidak di ajarkan, maka banyak anak didik tidak akan memiliki latar belakang yang diperlukan untuk mencapai tujuan, dengan demikian pembelajaran menjadi tidak efektif. Sebaliknya. Apabila keterampilan bawahan yang berlebihan, pembelajaran akan memakan waktu lebih lama dari semestinya,dan keterampilan yang tidak perlu diajarkan maka mengganggu anak didik dalam belajar menguasai keterampilan yang diperlukan.

3.             Mengidentifikasi tingkah laku masukan dan karakteristik peserta didik. Mengidentifikasi tingkah laku masukan dan karakteristuk siswa sangat perlu dilakukan untuk mengetahui kualitas perseorangan untuk dapat dijadikan sebagai petunjuk dalam mempreskripsikan strategi pengelolaan pembelajaran. Aspek-aspek yang ungkap dalam kegiatan ini bisa berupa bakat, motivasi belajar, gaya belajar, kemampuan berfikir, minat, atau kemampuan awal. Untuk mengungkap kemampuan awal mereka dapat di lakukan dengan pemberian tes dari tingkat bawah atau tes yang berkaitan materi ajar sesuai panduan kurikulum.

4.             Merumuskan tujuan performansi.
Dick dan Carrey menyatakan bahwa tujuan performansi terdiri atas:
a.              Tujuan harus menguraikan apa yang akan dapat dikerjakan atau diperbuat oleh anak didik.
b.             Menyebutkan tujuan, memberikan kondisi atau keadaan yang menjadi syarat, yang hadir waktu anak didik berbuat.
c.              Menyebutkan kriteria yang digunakan untuk menilai perbuatan anak didik yang dimaksudkan pada tujuan.
Sedangkan fungsi performansi adalah:
a.              Menyediakan suatu sarana dalam kaitannya dengan pembelajaran untuk mencapai tujuan.
b.             Menyediakan suatu sarana berdasarkan suatu kondisi belajar yang sesuai.
c.              Memberikan arah dalam mengembangkan pengukuran atau penilaian.
d.             Membantu anak didik dalam usaha belajarnya.

5.             Mengembangkan butir-butir tes acuan patokan.
Tes acuan patokan terdiri atas (soal-soal) yang secara langsung mengukur istilah patokan yang di deskripsikan dalam suatu perangkap tujuan khusus. Istilah patokan digunakan karena soal-soal tes merupakan rambu-rambu untuk menentukan kelayakan penampilan siswa dalam tujuan, maksudnya keberhasilan siswa dalam tes ini menentukan apakah siswa telah mencapai tujuan atau belum. Ada empat tes acuan patokan yang dapat dipakai yakni :
a.       Tes antri behavior merupakan tes acuan patokan untuk mengukur keterampilan sebagaimana adanya pada permulaan pembelajaran.
b.      Pretes merupakan tes acuan patokan yang berguna bagi keperluan tujuan  – tujuan yang telah dirancang sehingga guru dapat mengetahui sejauh mana pengetahuan anak didik terhadap semua keterampilan.
c.       Tes sisipan merupakan tes acuan patokan yang melayani dua fungsi penting, yaitu pertama untuk mengetes setelah satu atau dua tujuan pembelajaran di ajarkan sebelum tes dilaksanakan dan kedua untuk mengetes kemajuan anak didik setelah dilakukan pembelajaran. Dengan demikian dapat dilakukan remedial yang dibutuhkan sebelum pascates yang lebih formal.
d.      Pasca test atau post test merupakan tes acuan patokan yang mencakup seluruh tujuan pembelajaran yang mencerminkan tingkat perolehan belajar sehingga dengan demikian dapat diidentufikasi bagian-bagian mana di antara tujuan pembelajaran yang belum tercapai.

e.              Mengembangkan strategi pembelajaran.
Strategi pembelajaran menjelaskan komponen umum suatu perangkat material pembelajaran dan mengembangkan materi secara prosedural harus berdasarkan karakteristik siswa. Alasannya adalah karena meterial pembelajaran yang dikembangkan pada akhirnya dimaksudkan untuk membantu siswa agar memperoleh kemudahan dalam belajar. Untuk itu sebelum mengembangkan materi seorang guru perlu melihat kembali karakteristik siswa. Dalam marencanakan satu unit pembelajaran ada tiga tahap sebagaimana berikut ini:
a.              Mengurutkan dan merumpunkan tujuan kedalam pembelajaran.
b.             Merencanakan prapembelajaran, pengetesan dan kegiatan tidak lanjut.
c.              Menyusu alokasi waktu berdasarkan strategi pembelajaran.

d.             Mengembangkan dan memilih material pembelajaran.
Dick dan Carrey menyarankan ada tiga pola yang dapat diikuti oleh pengajar untuk merancang atau menyampaikan pembelajaran sebagaimana berikut:
a.              Pengajar merancang bahan pembelajaran individual. Semua tahap pembelajaran dimasukkam kedalam bahan, kecuali pretes dan pascatest.
b.             Pengajar memilih dan mengubah bahan yang ada agar sesuai dengan strategi pembelajaran. Peran pengajar akan bertambah dalam penyampaikan pembelajaran. Beberapa bahan mungkin disampaikan tanpa bantuan pengajar, jika tidak ada maka pengajar harus memberi penjelasan
c.              Pengajar tidak memakai bahan, tetapi menyampaikan semua pembelajaran menurut strategi pembelajaran yang telah disusunnya. Pengajar menggunakan strategi pembelajarannya sebagai pedoman, termasuk latihan dan kegiatan kelompok.
Kelebihan dari strategi ini adalah pengajar dapat dengan segera memperbaiki dan memperbaharui pembelajaran jika terjadi perubahab isi. Adapun kelemahannya adalah sebagian besar waktu tersita untuk menyampaikan informasi sehingga sedikit sekali waktu untuk membantu anak didik.

d.             Mendesain dan melaksanakan evaluasi formatif.
Evaluasi formatif perlu dilakukan karena evaluasi ini adalah salah satu langkah dalam mengembangkan desain pembelajaran yang berfungsi untuk mengumpulkan data untuk perbaikan pembelajaran. Dengan kata lain, melalui evaluasi formatif akan ditemukan kekurangan-kekurangan yang terdapat pada kegiatan pembelajaran sehingga kekurangan-kekurangannya dapat diperbaiki.
Ada tiga fase penilaian formatif yakni:
a.              Fase perorangan atau fase klinis. Pada fase ini perancang bekerja dengan siswa secara perseorangan untuk memperoleh data guna menyempurnakan bahan pembelajaran.
b.             Fase kelompok kecil, yaitu sekelompok siswa yang terdiri atas delapan sampai sepuluh orang yang merupakan wakil cerminan populasi sasaran mempelajari bahan secara mandiri dan kemudian diuji untuk memperoleh data yang diperlukan.
c.              Fase uji lapangan. Fase ini bisa diikuti oleh banyak siswa. Tekanan dalam uji coba lapangan ini adalah pada pengujian prosedur yang dilakukan untuk memberlakukan pembelajaran itu dalam suatu keadaan yang mungkin sangat nyata.

e.              Merevisi bahan pembelajaran.
Merevisi bahan pembelajaran perlu dilakukan untuk menyempurnakan bahan pembelajaran sehingga lebih menarik. Ada dua revisi yang perlu dipertimbangkan yaitu:
a.              Revisi terhadap isi atau substansi bahan pembelajaran agar lebih cermat sebagai alat belajar.
b.             Revisi terhadap cara-cara yang dipakai dalam menggunakan bahan pembelajaran.


c.              Mendesain dan melaksanakan evaluasi sumatif.
Evaluasi sumatif perlu dilakukan karena melalui evaluasi sumatif dapat ditetapka atau diberikan nilai apakah suatu desain pembelajaran, dimana dasar keputusan penilaian didasarkan pada keefektifan dan efisiensi dalam kegiatan belajar mengajar, oleh karena itu evaluasi sumatif diarahkan pada keberhasilan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan, dan di perlihatkan oleh unjuk kerja siswa. Apabila semua tujuan sudah dapat di capai, efektifitas pelaksanaan kegiatan pembelajaran dalam mata pelajaran tertentu dianggap berhasil dengan baik.

Sesuai dengan beberapa pendapat para pakar perencana pendidikan ada beberapa model desain pembelajaran PAI yang baik dan efektif antara lain : Model ROPES. ( Review, Overview, Presentation, Exsercise, Summary)
Dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a.              Review, kegiatan ini dilakukan dalam waktu 1 sampai 5 menit, yakni mengukur kesiapan siswa untuk mempelajari bahan ajar dengan melihat pengalaman sebelumnya yang sudah dimiliki oleh siswa dan diperlukan sebagai prerequisite unuk memahami bahan yang disampaikan hari itu. Dalah hal ini diperlukan guru harus yakin dan tahu betul jika siswa sudah siap menerima pelajaran baru. Dan jika guru mengetahui siswa belum menguasai pelajaran sebelumnya, maka guru dengan bijak memberi kesempatan kepada siswa untuk memahami terlebih dahulu.

b.             Overview, sebagai mana review, overview dilakukan tidak terlalu lama yaitu berkisar antara 2 samapai 5 menit, guru menjelaskan program pembelajaran yang akan dilaksanakan pada hari itu dengan menyampaikan isi secara singkat dan strategis yang akan di gunakan dalam proses pembelajaran. Hal ini dilakukan untuk memberi kesempatan pada siswa untuk menyampaikan pandangannya sehingga siswa merasasenang dan merasa dihargai keberadaannya.

c.              Presentation, tahap ini adalah merupakan inti dari proses kegiatan belajar mengajar, karena disini guru sudah tidak memberikan penjelasan-penjelasan singkat, akan tetapi sudah masuk pada proses telling shoing dan doing. Proses tersebut sangat diperlukan untuk meningkatkan daya serap dan daya ingat siswa tentang pelajaran yang mereka dapatkan.

d.             Exsercise, yakni suatu proses untuk memberikan kesempatan kepada siswa mempraktekkan apa yang telah mereka pahami. Hal ini di maksudkan untuk memberikan pengalaman langsung kepada siswa sehingga hasil yang dicapai lebih bermakna.

e.              Summary, dimaksudkan untuk memperkuat apa yang telah mereka fahami dalam proses pembelajaran. Hal ini sering tertinggal oleh guru karena mereka disibukkan dengan presentase, dan bahkan mungkin guru tidak pernah membuat Summary ( kesimpulan) dari apa yang telah mereka ajarkan.

Berdasarkan pengertian, langkah-langkah dan model dalam desain pembelajaran PAI ada beberapa manfaat desain pembelajaran menurut penulis antara lain :
a.              Sebagai penunjuk arah kegiatan dalam mencapai tujuan.
b.             Sebagai pola dasar dalam mengatur tugas dan wewenang bagi setiap unsur yang terlihat dalam kegiatan.
c.              Sebagai alat ukur efektif tidaknya suatu pekerjaan, sehingga setiap saat diketahui ketepatan dan kelambatan kerja.
d.             Sebagai pedoman kerja bagi setiap unsur, baik unsur pengajar maupun unsur yang diajar.
e.              Untuk bahan penyususnan data agar terjadi keseimbangan kerja.
f.              Untuk menghemat waktu, tenaga, alat-alat dan biaya.
Selain manfaat tersebut diatas, ada beberapa fungsi dari perencanaan dan desain pembelajaran PAI antara lain :
a.              Sebagai petunjuk arah kegiatan dalam mencapai tujuan.
b.             Sebagai pola dasar dalam mengatur tugas dan wewenang bagi setiap unsur yang terlibat dalam kegiatan.
c.              Sebagai pedoman kerja bagi setiap unsur, baik unsur guru maupun murid.

d.             Sebagai alat ukur efektif tidaknya suatu pekerjaan, sehingga setiap saat diketahui ketetapan dan kelambatan kerja.
e.              Sebagai bahan penyusunan data agar terjadi keseimbangan kerja.
f.              Menghemat waktu, tenaga, alat dan biaya.
g.             Meningkatkan kemampuan Pembelajar (instruktur, guru, widya iswara, dosen, dan lain-lain).
h.             Sebagai sarana menghasilkan sumber belajar.
i.               Sebagai sarana mengembangkan sistem belajar mengajar.
j.               Sebagai sarana mengembangkan Organisasi menjadi organisasi belajar.
Setelah kita mengetahui mengenai fungsinya, maka dapat diketahui pentingnya dari perencanaan dan desain pembelajaran PAI. Pentingnya dari perencanaan dan desain pembelajaran PAI adalah sebagai berikut :
a.              Diharapkan tumbuhnya suatu pengarahan kegiatan dengan adanya pedoman bagi pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang ditujukan kepada pencapaian tujuan.
b.             Dapat dilakukan suatu perkiraan ( fore casting ) terhadap hal-hal dalam masa pelaksanaan yang akan dilalui, mengenai potensi – potensi dan prospek – prospek perkembangan, juga tentang hambatan – hambatan dan risiko-risiko yang mungkin dihadapi.
c.              Memberikan kesempatan untuk memilih berbagai alternatif tentang cara terbaik ( the best alternatif ) atau kesempatan memilih kombinasi cara yang terbaik ( the best combination ).
d.             Dilakukan penyusunan skala prioritas, memilih urutan-urutan dari segi pentingnya suatu tujuan, sasaran maupun kegiatan usahanya.
e.              Ada suatu alat pengukur atau standar untuk mengadakan pengawasan atau evaluasi kinerja usaha atau organisasi, termasuk pendidikan.
f.              Dapat lebih bisa meningkatkan kemampuan pembelajaran baik guru maupun kemampuan murid.
g.             Membantu guru memperjelas pemikiran tentang sumbangan pembelajarannya terhadap pencapaian tujuan pendidikan.
h.             Membantu guru dalam rangka mengenal kebutuhan-kebutuhan siswa, minat-minat siswa, dan mendorong motivasi belajar.
i.               Menambah keyakinan guru atas nilai-nilai pembelajaran yang diberikan dan prosedur yang dipergunakan.




Perkembangan dunia abad 21 ditandai dengan adanya pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam berbagai aktivitas kehidupan. Teknologi mampu menghubungkan daerah daerah di berbagai belahan dunia yang melampaui sekat-sekat geografis sehingga dunia menjadi tanpa batas.Transformasi dunia abad 21 ini juga berdampak pada kebutuhan akan teknologi, serta pemanfaatannya.
Terhadap Proses pembelajaran tentunya harus beradaptasi dengan perubahan. Pembelajaran abad 21 dengan kehadiran ICT dalam dunia pendidikan,  menuntut siswa untuk kreatif, inovatif, berfikir kritis serta metakognitif dan sehingga menjadikan siswa memiliki kemampuan berkomunikasi dan bekerja kolaborasi (berkelompok). Dengan harapan bahwa pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dapat dijadikan bekal hidup di masyarakat yang memiliki karakter yang baik secara personal maupun sosial masyarakat. Artinya terdapat kriteria yang dibutuhkan untuk menghadapi pembelajaran abad 21 ini, yakni:
1.             Kreativitas dan kewirausahaan
2.             Literasi teknologi dan media
3.             Komunikasi efektif
4.             Pemecahan masalah
5.             Berpikir kritis
6.             Bekerja sama
Dengan semakin berkembangnya teknologi di abad 21, maka proses pembelajaran harus beradaptasi terhadap perubahan ini, bahkan Sumber daya manusia juga diharapkan yang memiliki pengetahuan dan terampil menggunakan teknologi. Selain itu dalam pembelajaran abad 21, terjadi perubahan paradigma pendidikan. Yang tadinya proses pembelajaran berpusat pada guru, maka harus dirubah menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa.  Dalam pembelajaran yang berpusat pada guru, pembelajaran lebeih menekankan seolah olah guru memberikan ceramah pada siswa tanpa memberikan kebebasan pada siswa. Guru menjadi fokus utama dalam proses pembelajaran dan siswa tidak memiliki kebebasan sendiri.
Paradigma ini sudah seharusnya dirubah menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa. Dimana siswa lebih memiliki kebebasan untuk berbicara, kebebasan untuk mengemukakan pendapat,dan lain - lain. Sehingga siswa mampu memecahkan masalahnya sendiri. Selain itu dalam pembelajaran yang berpusat pada siswa, siswa diberikan pengalaman untuk belajar berkelompok, sehingga siswa bisa bersosialisi dengan temannya.

Seperti yang diuraikan sebelumnya dengan adanya perkembangan IPTEK abad ini, khususnya guru harus mampu menyesuikan diri dan mengikuti perkembangan dari teknologi dalam pemanfaatannya. Dapat terjadi kemungkinan apabila kita masih mengikuti metode mengajar gaya tradisional dan cara menyampaikan bahan ajar kepada peserta didik kurang maksimal. Seperti yang kita ketahui berkembangnya IPTEK tersebut juga mempengaruhi pola pikir dalam belajar siswa, sikap kritis dalam belajar, minat serta motivasi belajar.
Kita akui khususnya penulis bahwa suatu metode tidak akan mencapai hasil seratus persen (100%), karena disebabkan adanya kelemahan dan kelebihan dalam metode tersebut. Demikian pula gaya belajar anak di dalam setiap kelas berbeda pula, setiap anak menyukai metode belajar yang berbeda. Tetapi dalam hal ini dengan adanya desain pembelajaran dengan menggunakan bahan ajar yang dibuat dalam program word powerpoint  dapat mengurangi kelemahan tersebut. Sehingga tujuan dari pembelajaran tersebut tercapai.
Dari hasil observasi yang dilakukan dimana dilakukan pada SMP Penida Katapang dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam telah menemukan suatu hasil dimana dalam kegiatan pembelajaran tersebut Guru PAI dalam mengemas dan mendesain bahan ajarnya menggunakan Media Interaktif, dengan menggunakan program Powerpoint. Dalam pengemasannya guru tersebut mengolah bahan ajar menjadi lebih menarik terutama pada awal pembelajaran (pre test) sehingga menarik minat dan motivasi belajar siswa. Tidak hanya itu efektifitas dalam PBM terlihat.
Fenomena belajar anak biasanya yang terlihat khususnya pada waktu jam terakhir pada mata pelajaran PAI, para siswa terlihat sudah cape, lemas bahkan gangguan dari faktor luar yang mengganggu terhadap aktivitas belajar mengajar. Tetapi hal ini bisa ditanggulangi dengan mengemas bahan ajar tersebut  sehingga ketertarikan untuk mengikuti pembelajaran. Bahkan yang lebih menarik siswa meminta untuk jam tambahan belajarnya.
Dengan mendesain pembelajaran pada konsep bahan ajar yang akan diberikan  dengan menggunakan program Powerpoint tersebut sebenarnya mudah dilakukan. Tetapi ada beberapa faktor yang mendukung baik dari guru seperti kekreatifan dalam mengolah bahan ajar, kemampuan menguasai program Word Powerpoint-nya, maupun pemanfaatan sumber pendukung sarana prasarana yang ada disekolah, semua hal itu terkait satu sama lain.
Dengan kata lain dari hasil observasi ini saya simpulkan bahwa peran model desain pembelajaran sangat mempengaruhi terhadap proses hasil dalam pembelajaran. Serta selain itu juga meningkatkan motivasi belajar peserta didik. Demikian pula seorang guru dituntut untuk kreatif dalam mengajar khususnya dalam mengemas bahan ajar sehingga tidak berkesan monoton. Dan dapat mengikuti perkembangan sisi psikologi anak mengenai minat belajar, tanggap dan responsif terhadap masalah yang dihadapi dalam pendidikan khususnya dalam mengelola kelas sehingga terkesan kondusif dalam PBM.
Hal ini menjadi tanggung jawab kita sebagai pendidik khususnya, umumnya semua aspek dan komponen – komponen yang terlibat dalam dunia pendidikan, bagaimana tujuan dari tujuan pendidikan Agama Islam khususnya, secara luasnya yang tercantum dalam Tujuan Pendidikan Nasional guna mempersiapkan generasi muda yang bermutu, berkarakter, dapat bersaing dengan sehat di era modern sekarang ini, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur dan memeiliki tanggung jawab baik terhadap diri, keluarga masyarakat bahkan sebagai warga negara.
 







Model mempunyai fungsi menjelaskan keterkaitan berbagai komponen dalam suatu pola pemikiran yang utuh, hal ini karena model disusun dalam upaya mengkonkretkan keterkaitan hal – hal abstrak dalam suatu skema, bagan, gambar atau tabel, yang dapat mencerminkan alur dan pola tindakan. Pengertian model pembelajaran adalah kerangka konseptual, deskripsi yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar peserta didik
Desain adalah sebuah istilah yang diambil dari kata design yang berarti perencanaan atau rancangan. Sebagai proses pemecahan masalah. Tujuannya  adalah untuk mencapai solusi terbaik dalam memecahkan masalah dengan memanfaatkan sejumlah informasi yang tersedia.
Model pembelajaran adalah suatu rencana mengajar yang memperlihatkan pola pembelajaran tertentu, dalam pola tersebut dapat terlihat kegiatan guru
peserta didik di dalam mewujudkan kondisi belajar atau sistem lingkungan
yang menyebabkan terjadinya belajar pada peserta didik.
Desain Pembelajaran merupakan perwujudan yang lebih konkrit dari Teknologi Pembelajaran. Asumsi dasar yang melandasi perlunya desain pembelajaran:
1.         Diarahkan untuk membantu proses belajar secara individual
2.         Desain pembelajaran mempunyai fase-fase jangka pendek dan jangka panjang
3.         Dapat mempengaruhi perkembangan individu secara maksimal
4.         Didasarkan pada pengetahuan tentang cara belajar manusia
5.         Dilakukan dengan menerapkan pendekatan sistem (System Approach)
Desain pembelajaran sebagai disiplin, yaitu membahas berbagai penelitian  dan teori tentang  strategi serta proses pengembangan pembelajaran dan pelaksanaannya. Sebagai ilmu, merupakan ilmu untuk menciptakan spesifikasi pengembangan, pelaksanaan, penilaian serta pengelolaan situasi yang memberikan fasilitas pelayanan pembelajaran dalam skala makro dan mikro untuk berbagai mata pelajaran pada berbagai tingkatan kompleksitas.
Sebagai sistem, merupakan pengembangan sistem pembelajaran dan sistem pelaksanaannya termasuk sarana dan prosedur untuk meningkatkan mutu belajar. Sebagai proses, merupakan pengembangan sistematis tentang spesifikasi pembelajaran dengan menggunakan teori pembelajaran dan teori belajar untuk menjamin mutu pembelajaran.
Pada dasarnya semua model dan desain dalam pembejalaran adalah untuk membuat dan menciptakan iklim dan suasana belajar agar lebih baik sehingga dalam pembelajaran tersebut apa yang menjadi tujuan dan sasaran tercapai seperti yang diharapkan. Banyak sekali model dan desain pembelajaran yang telah diciptakan oleh para ahli sampai sekarang ini ada yang masih dipakai dan tidak.
Model – model desain pembelajaran
1.             Model gagne and Briggs
a.              Identifikasi tujuan
b.             Penyusunan garis besar/ kurikulum/ rincian tujuan
c.              Perumusan tujuan
d.             Analisis tugas/ tujuan
e.              Penyiapan evaluasi hasil belajar
f.              Menentukan jenjang belajar
g.             Penentuan kegiatan belajar
h.             Pemantauan bersama
i.               Evaluasi formatif
j.               Evaluasi sumatif


2.             Model Banathy
a.              Merumuskan tujuan
b.             Mengembangkan tes
c.              Menganalisa kegiatan belajar
d.             Mendesain sistem
e.              Melaksanakan kegiatan dan mengetes hasil
f.              Remedial
Kelebihan Model Bela H. Banathy ini mempunyai beberapa kelebihan antara lain sebagai berikut :
a.              Menganalisis dan merumuskan tujuan dengan baik, baik tujuan umum maupun tujuan khusus yang lebih spesifik, yang merupakan sasaran dan arah yang harus dicapai peserta didik.
b.             Mengembangkan kriteria tes yang sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai Hal ini dilakukan agar setiap tujuan yang dirumuskan tersedia alat untuk menilai keberhasilannya.
c.              Menganalisis dan merumuskan kegiatan belajar, yakni merumuskan apa yang harus dipelajari (kegiatan belajar yang harus dilakukan siswa dalam rangka mencapai tujuan belajar). Kemampuan awal siswa harus dianalaisis atau dinilai agar mereka tidak perlu mempelajari apa yang telah mereka kuasai.
d.             Mengadakan perbaikan dan perubahan berdasarkan hasil evaluasi. Jadi model ini didasarkan pada hasil test peserta didik.
e.              Langkah – langkahnya yang hanya sedikit sehingga kita bisa lebih efektif untuk membuatnya.

Kelemahan  model perencanaan Bela H. Banathy ini antara lain:
a.              Sedikit langkah sehingga di khawatirkan akan tidak effesien.
b.             Model cenderung lebih fokus pada materi yang belum dikuasai oleh anak didik sehingga mengabaikan materi yang sudah di pelajari yang bisa lupa apabila tidak pernah di kaji ulang.

3.             Model pembelajaran Kemp
a.              Menentukan tujuan instruksional umum (kompetensi Dasar)
b.             Membuat analisis tentang karakteristik siswa
c.              Menentukan tujuan instruksional secara spesifik operasional  dan terukur (indikator)
d.             Menentukan materi atau bahan ajar yang sesuai dengan TIK (indikator) yang telah dirumuskan
e.              Menetapkan penjajagan / pre tes/ tes awal (preassesment)
f.              Menentukan strategi belajar mengajar, media dan sumber belajar
g.             Mengkoordinasikan sarana
h.             Mengevaluasi

4.             Model Dick and Cery
a.              Mengidentifikasikan tujuan umum pembelajaran;
b.             Melaksanakan analisi pembelajaran;
c.              Mengidentifikasi tingkah laku masukan dan karakteristik siswa;
d.             Merumuskan tujuan performansi;
e.              Mengembangkan butir–butir tes acuan patokan;
f.              Mengembangkan strategi pembelajaran;
g.             Mengembangkan dan memilih materi pembelajaran;
h.             Mendesain dan melaksanakan evaluasi formatif;
i.               Merevisi bahan pembelajaran;
j.               Mendesain dan melaksanakan evaluasi sumatif.
 

DAFTAR PUSTAKA
Andi Prabowo, S. (2012, Mei jum'at). Model-model Desain Pembelajaran (Model Dick, Carey & Carey, Model Rothwell & Kazanas, Model Smith & Ragan, Model KTSP) . Dipetik 2014
Hamalik, O. (2005). Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Hasan, B. (2010). Perencanaan Pengajaran Bidang Studi. Bandung: Pustaka Ramadhan.
Ismail SM, N. H. (2001). Paradigma Pendidikan Islam. . Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Johnson, L. (2008). Pengajaran Yang Menarik (Cara Membangkitkan Minat Siswa).
Prof. Dr. H. Mohammad Asrori, M. (2009). Psikologi Pembelajaran. Bandung: CV Wacana Prima.
Salim, H. &. (2012). Strategi Pembelajaran. Medan : Perdana Publishing.
Sanjaya, W. (2008). Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Sugandhi, S. Y. (2012). Perkembangan Peserta Didik. Jakarta : Rajawali Press, cet -3.
Supriyono, A. A. (1991). Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Tafsir, D. A. (2002). Metodologi Pengajaran Agama islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Trimo, L. (2006). model - Model Pembelajaran Inovatif. Bandung: CV. Citra Praya.
Wahyuningsih, S. N. (2002). Psikologi Pendidikan. Jakarta : PT Grasindo.
Yamin, M. (2011). Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta : Gaung Persada.
Yulaelawati, E. (2007). Kurikulum dan Pembelajaran (Filosofi, Teori dan Aplikasi). Jakarta, Jawa Barat: pakar Raya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar